MAKALAH
MAKALAH
IMAM
JALALUDDIN AL-MAHALLIY DAN JALALUDDIN ASY-SYUYUTHI
(TAFSIR
JALLALAIN)
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kajian Kitab Tafsir I
Dosen Pengampu :
Dr. H. Moh.
Abdul Kholiq Hasan, M.A
Disusun Oleh :
Diena Lin Ni’mah ( 12.1111.010 )
Eko Rahmanto ( 12.1111.011 )
PROGRAM STUDI TAFSIR HADITS
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SURAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an sebagai mukjiz
at terbesar
dalam sejarah Islam telah terbukti mampu menampakkan sisi kemukjizatannya yang
luar biasa, bukan hanya eksistensinya yang tidak pernah rapuh dan kalah oleh
tantangan zaman, tetapi al-Qur’an selalu mampu membaca setiap detik
perkembangan zaman, sehingga kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
ini sangat kompleks dan relevan untuk menjadi referensi kehidupan umat manusia.
Al-Qur’an tidak hanya berbcara tentang moral dan spiritual, melainkan al-Qur’an
juga sebagai sumber pengetahuan bagi manusia yang mempelajari, memahami dan
menghayatinya.
Upaya dalam menemukan makna ideal
di balik al-Qur’an, membutuhkan kerja keras penafsiran yang total, karena
al-Qur’an hadir dengan tersurat tanpa disertai dengan kehadiran makna isi dari
kandungannya. Manusia diberikan kesempatan untuk menginterpretasi isi dari
al-Qur’an sesuai dengan kemampuannya, dengan tetap berpijak pada ketentuan dan
ilmu yang telah ada, sehingga al-Qur’an tetap sebagai rahmatan lil ‘alamiin.
Maka tak heran, muncul ratusan kitab tafsir yang berkembang sesuai dengan
zamannya yang ditulis oleh para ulama’ maupun akademisi.
B.
Rumusan Makalah
Dalam kesempatan ini, pemakalah
akan menguraikan tentang kitab Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adhiim karya dua ulama
terkemuka yakni Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin as-Suyuti. Pembahasan terhadap
tafsir ini, akan mencoba difokuskan pada:
1. Biografi penulis,
2. Latar belakang keilmuan dari mufassir,
3. Bentuk, metode dan corak penafsiran,
4. Serta kelebihan dan kekurangan dari
tafsir tersebut.
Penulisan makalah ini, diharapkan
mampu memberikan gambaran secara ringkas tentang siapa mufassirnya dan apa
bentuk, metode serta corak dari tafsir tersebut. Selain itu, diharapkan pula
dapat diketahui tentang kelebihan dan kekurangan dari tafsir jallalain
tersebut. Dengan harapan, dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam
kaitannya tentang tafsir-tafsir yang ditulis oleh para ulama’, khususnya
pengetahuan tentang tafsir jallalain ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Biografi Penulis Tafsir
Tafsir Jallalain dikarang oleh Imam
Jalaluddin as-Suyuti dan Imam Jalaluddin al-Mahalliy.[1]
Imam Jalaluddin As-Suyuti, nama lengkapnya adalah Abdurrahman Ibn al-Kamal Abi
Bakr bin Muhammad bin Sabiqud-Din Ibn Fakhr ‘Utsman Ibn Nadhiruddin al-Hammam
al-Khudhairi al-Asyuti.Laqab-nya adalah Jalaluddin, sedangkan kunyah-nya adalah
abu al-fadhl.[2]
Sedangkan Nama lengkap dari Jalaluddin al-Mahalliy adalah Muhammad bin Ahmad
bin Muhammad Ibrahim al-Mahalliy as-Syafi’i.[3]
Mengenai biografi lebih jauh
tentang kedua ulama’ tersebut, akan kami jelaskan berikut ini:
1. Biografi Imam Jalalauddin As-Suyuti
Imam Jalaluddin as-Suyuthi, dilahirkan di
Cairo pada ba’da magrib, pada malam ahad bulan Rajab tahun 849 H bertepatan
dengan tanggal 3 bulan Oktober tahun 1445 M.[4]
as-Suyuti hidup pada masa Dinasti Mamalik pada abad ke-15. Ia berasal dari
keluarga keturunan persia yang semula bermukim di Baghdad, kemudian pindah ke
Asyut. Bapaknya adalah seorang guru fiqh di salah satu madrasah di Cairo.
Bapaknya tersebut meninggal ketika as-Suyuti masih berumur 6 tahun.[5]
Imam Jalaluddin as-Suyuti telah hafal
qur’an sebelum berumur 8 tahun. Kemudian beliau juga hafal kitab al-Umdah,
manhaj fiy al-Fiqh wal Ushul, al-fiyah Ibnu Malik.[6]
Imam Suyuti ini, berguru fiqh kepada al-Balqaniy
dan Syaikh al-Islam Syarifuddin al-Munawi. Dia juga belajar Tafsir, Ushul Fiqh,
Bahasa Arab, Ma’ani, dan lain sebagainya kepada Syaikh Taqiyuddin al-Hanafiy
dan Syaikh Muhyiddin al-Kafijiy.[7]
Selain itu, dia juga belajar tentang fiqh dan Nahwu kepada Jalaluddin Muhammad
bin Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim al-Mahalli.[8]
Selain itu, dia juga belajar kepada Syamsuddin al-Qiyati banyak ilmu seperti
Fiqh, Ushul Fiqh, Kalam, Nahwu, I’rab, Ma’ani, Bayan, Manthiq, serta belajar
pula tentang ilmu ma’ani dan bayan kepada Syaikh Bakir.[9]
Dia adalah orang yang sangat mendalam dalam tujuh bidang ilmu. Tafsir, Hadis,
Fiqh, Nahwu, Ma’ani, Bayan, dan Badi’.[10]
Imam Suyuti merupakan ulama’ yang sangat
giat dalam mencari ilmu. Dia melakukan rihlah-rihlah ke berbagai daerah untuk
mencari ilmu. Pada bulan Rabi’ul akhir tahun 869 H, dia pergi ke Hijaz, yang
selanjutnya sampai di Makkah pertengahan bulan Jumadil akhir. Kemudian, pada
awal tahun 870 H, dia kembali ke Mesir, kemudian melakukan perjalan ke Dimyath[11]
dan Iskandariah[12] pada
tahun itu.[13]
Imam Suyuti adalah seorang Ulama’ dan
penulis yang sangat produktif. Banyak sekali karya-karya beliau dalam berbagai
disiplil Ilmu. Dalam bidang tafsir dan Ilmu tafsir, beliau mengarang kitab Tarjuman
al-Qur’an fiy Tafsir al-Musnad, yang berisi tentang kumpulan hadis yang
berhubungan dengan penafsiran ayat-ayat al-Qur’an; ad-Durr al-Mansur fiy
Tafsir bil Ma’tsur; Mubhamat al-Aqran fiy al-Mubhamat al-Qur’an; Lubab
an-Nuqul fiy al-Asbab an-Nuzul; Tafsir jallalain, yang mana dia
menyelesaikan tafsir yang belum selesai ditulis oleh gurunya,Jallaluddin
al-Mahalliy; Majma’al-Bahrain wa Mathla’ al-Badrain, yang memaparkan
segala permasalahan furu’ dalam al-Qur’an; at-Takhyir fiy ‘Ulum at-Tafsir,
yang kemudian diperluas pemaparannya dengan judul al-Itqan fiy ‘Ulum
al-Qur’an.[14]
Dalam bidang hadis dan ilmu hadis, dia
menulis kitab: Jami’ al-Masanid yang dikenal dengan Jami’ al-jawami’
dan Jami’ al-Kabir; al-Jami’ as-Shaghir fiy al-Hadis al-Basyir
an-nadhir. Dalam bidang bahasa dan sastra arab, dia juga menulis al-Mazhar
fiy ‘Ulum al-Lughah, dan al-Iqtirah fiy ‘Ilm Ushul an-Nahwu wa Jidalih.
Selain itu, dia juga menulis Asybah wa an-Nadhair fiy an-nahwu, yang berisi
tentang ilmu nahwu dengan metode fiqh. Selain yang disebutkan tersebut,
sebenarnya masih banyak kitab-kitab beliau dalam berbagai disiplin ilmu yang
tidak dapat disebutkan disini.[15]
Imam Suyuti memiliki banyak sekali
murid, seperti Ibrahim bin Abdurrahman bin Ali al-Alqamiy (w. 994), Ibn Muthir,
Abu al-Khair bin ‘Amus ar-Rasyidi al-Hashariy, Abu al-Abbas, Ahmad bin Ali bin
Zakariya, dan lain sebagainya.[16]
Imam Jalaluddin As-Suyuti meninggal pada
waktu sahur, pada malam jum’at tanggal 19 Jumadil Ula tahun 911 H, bertepatan
dengan tanggal 17 bulan Oktober tahun 1505 M, pada usia 61 tahun lebih 10 bulan
lebih 18 hari.[17]
2.
Biografi
Imam Jalalauddin Al-Mahalliy
Adapun Jalaludin Al Mahali
terkenal dengan pangilan Jalaludin, nama panjangnya adalah Muhammad
Ibnu Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Ibrahim Al Mahalli As- Syafi’i. Imam
Jalaludin Al Mahalli lahir di kota Mesir pada tahun 791 hijriyah dan Beliu
wafat pada tahun 864 hijriyah. Beliu ahli dalam bidang Fiqih, Kalam, Ushul,
Nahwu, Mantiq dan lain-lain. Diantara guru beliu adalah Al Badri Muhammad Al-Aqshoroi, Burhani Al-Baijuri, Syamsul Al- Basati, A’lai
Al- Bukhori. Diantara karya –karya beliu seperti : Kitab Ghoyah Al-Ikhtishol, Kitab Tahrir, Kitab Tankih, Kitab Salamatul
‘Ibaroh, Kitab Hasanil Mazji Wal Hal, Syarah Jam’ul Jawami’ Fil Ushul , Syarah
Al-Minhah Fiy Fiqh As-Syafi’i. Sarah Warqotu Fil Ushul dan Kitab Tafsir
Jalalin.[18]
B. Karakteristik Tafsir
Penafsiran al-Mahalli dan as-Suyuti
dalam Jallalain-nya, tidaklah menggunakan sistem periwayatan, namun
menggunakan ijtihad. Oleh karena itulah, para ulama’ ilmu al-qur’an, seperti
Manna’ Qathan, Ali Ash-Shabuni, Adz-Dzahabi, memasukkan tafsir jallalain dalam kelompok
tafsir bir-ra’yi.[19]
Hal tersebut, nampak dengan jelas
ketika kita melihat tafsir jallalain, yang mana al-Mahalli dan as-Suyuti dalam
tafsirnya sangat sedikit ditemukan periwayatan (hadis) dalam tafsir qur’annya. Salah
satunya, ketika as-Suyuti menafsirkan surat al-Baqarah ayat 45
{
واستعينوا } اطلبوا المعونة على أموركم { بالصبر } الحبس للنفس على ما تكره {
والصلاة } أفردها بالذكر تعظيما لشأنها وفي الحديث « كان صلى الله عليه وسلم إذا
حَزَبَهُ أمر بادر إلى الصلاة » وقيل . الخطاب لليهود لمّا عاقهم عن الإيمان
الشَّرَهُ وحب الرياسةأمروا بالصبر وهو الصوم لأنه يكسر الشهوة ، والصلاة لأنها
تورث الخشوع وتنفي الكبر { وَإِنَّهَا } أي الصلاة { لَكَبِيرَةٌ } ثقيلة { إِلاَّ
عَلَى الخاشعين } الساكنين إلى الطاعة .
(Mintalah pertolongan) dalam menghadapi
urusan atau kesulitan-kesulitanmu (dengan jalan bersabar) menahan diri dari
hal-hal yang tidak baik (dengan salat). Khusus disebutkan di sini untuk
menyatakan bagaimana pentingnya salat itu. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa
jika Nabi saw. hatinya risau disebabkan sesuatu masalah, maka beliau segera melakukan
salat. Ada pula yang mengatakan bahwa perkataan ini ditujukan kepada
orang-orang Yahudi yang terhalang beriman disebabkan ketamakan dan ingin
kedudukan. Maka mereka disuruh bersabar yang maksudnya ialah berpuasa, karena
berpuasa dapat melenyapkan itu. Salat, karena dapat menimbulkan kekhusyukan dan
membasmi ketakaburan. (Dan sesungguhnya ia) maksudnya salat (amat berat) akan
terasa berat (kecuali bagi orang-orang yang khusyuk) yang cenderung kepada
berbuat taat.
Menurut adz-Dzahabi,Al-Mahalliy memulai
penafsirannya dari awal surat al-Kahfi sampai surat an-Nas, Sedangkan as-Suyuti
menafsirkan dari awal surat al-baqarah sampai dengan akhir surat al-Isra’.[20]
Tafsir surat al-Fatihah diletakkan di belakang, yang mana hal itu untuk
menunjukkan bahwa al-fatihah ditafsirkan oleh al-Mahalli. [21]
Dalam menafsirkan al-qur’an,
al-Mahalli dan as-Suyuti menggunakan metode yang sama,meskipun dalam
penafsirannya terdapat sedikit perbedaan dalam memahami suatu makna kata.
Misalnya, ketika menafsirkan surat Shad, al-Mahalli menjelaskan makna (ar-Ruh)
adalah adalah tubuh yang lembut dan tidak kelihatan oleh mata, yang membuat
manusia dapat hidup karena memasuki tubuhnya, dan as-Suyuti mengikuti
penjelasan dari al-Mahalli tersebut, ketika menafsirkan kata “ruh” dalam surat
al-Hijr, namun oleh as-Suyuti ketika menafsirkan kata (ar-Ruh) dalam surat
al-Isra’ ayat 85, bahwa ruh adalah ilmu (pengetahuan) Allah , yang kita tidak
bisa mendefinisikannya.[22]
Untuk
lebih jelasnya, dapat dilihat dalam tafsir jallalain berikut ini:
Surat Shad: 72
فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي
فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ (72)
{ فَإِذَا سَوَّيْتُهُ } أتممته {
وَنَفَخْتُ } أجريت { فِيهِ مِن رُّوحِى } فصار حياً ، وإضافة الروح إليه تشريف
لآدم والروح جسم لطيف يحيا به الإِنسان بنفوذه فيه { فَقَعُواْ لَهُ ساجدين } سجود
تحية بالانحناء .
(Maka apabila telah Kusempurnakan
kejadiannya) telah sempurna kejadiannya (dan Kutiupkan) Kualirkan (kepadanya
roh ciptaan-Ku) sehingga ia menjadi hidup. Dimudhafkannya lafal ruh kepada
Allah dimaksud untuk memuliakan Nabi Adam. Roh adalah tubuh yang lembut dan
tidak kelihatan oleh mata, yang membuat manusia dapat hidup karena memasuki
tubuhnya (maka hendaklah kalian bersungkur dengan sujud kepadanya") sujud
penghormatan dengan cara membungkukkan badan.
Surat al-Hijr: 29
فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي
فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ (29)
{ فَإِذَا سَوَّيْتُهُ } أتممته {
وَنَفَخْتُ } أجريت { فِيهِ مِن رُّوحِى } فصار حيًّا وإضافة الروح إليه تشريف
لآدم { فَقَعُواْ لَهُ ساجدين } سجود تحية بالانحناء .
(Maka apabila Aku telah
menyempurnakan kejadiannya) telah merampungkan bentuknya (dan Aku telah
meniupkan) maksudnya telah mengalirkan (ke dalam tubuhnya roh ciptaan-Ku)
sehingga ia menjadi hidup; diidhafatkannya lafal ruuh kepada-Nya sebagai
penghormatan kepada Adam (maka tunduklah kalian kepadanya dengan bersujud)
yaitu sujud penghormatan dengan cara membungkuk.
Surat al-Isra’: 85.
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ
أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا (85)
{ وَيَسْئَلُونَكَ } أي اليهود { عَنِ
الروح } الذي يحيا به البدن { قُلْ } لهم { الروح مِنْ أَمْرِ رَبّى } أي عِلْمه
لا تعلمونه { وَمَا أُوتِيتُم مّن العلم إِلاَّ قَلِيلاً } بالنسبة إلى علمه تعالى
.
(Dan mereka bertanya kepadamu)
yaitu orang-orang Yahudi (tentang roh,) yang karenanya jasad ini dapat hidup
("Katakanlah) kepada mereka! ('Roh itu termasuk urusan Rabbku) artinya
termasuk ilmu-Nya oleh karenanya kalian tidak akan dapat mengetahuinya (dan
tidaklah kalian diberi pengetahuan melainkan sedikit.'") dibandingkan
dengan ilmu Allah swt.
Dari situlah dapat kita lihat
bagaimana al-Mahalli menafsirkan tentang ruh dan bagaimana pula as-suyuti menafsirkan
tentang ruh.
Kemudian, dapat pula kita lihat
bagaimana al-Mahalli menafsirkan kata “as-Shabi-un” dalam surat al-Hajj, dan
bagaimana as-Suyuti menafsirkan kata “as-Sabi-un” dalam surat al-Baqarah.
Menurut adz-Dzahabi, al-Mahalli menafsirkan kata tersebut dengan “Kelompok
(firqoh) dari Yahudi”, dan as-Suyuti pun menjelaskan dengan hal yang sama,
hanya menambahkan dengan “atau orang Nashrani”.[23]
Penafsiran itu, dapat dilihat
langsung dalam tafsirnya, yakni
Surat al-Hajj: 17
إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا
وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئِينَ وَالنَّصَارَى وَالْمَجُوسَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا
إِنَّ اللَّهَ يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ
شَيْءٍ شَهِيدٌ (١٧(
{إِنَّ الذين ءَامَنُواْ والذين هَادُواْ
} هم اليهود { والصابئين } طائفة منهم { والنصارى والمجوس والذين أَشْرَكُواْ إِنَّ
الله يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ القيامة } بإدخال المؤمنين الجنة وإدخال غيرهم النار
{ إِنَّ الله على كُلِّ شَىْءٍ } من عملهم { شَهِيدٌ } عالم به علم مشاهدة.
(Sesungguhnya
orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi) mereka adalah pemeluk agama
Yahudi (orang-orang Shabi'in) salah satu sekte dari orang-orang Yahudi
(orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang Musyrik, Allah akan
memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat) yaitu dengan memasukkan
orang-orang yang beriman ke dalam surga dan mencampakkan orang-orang selain
mereka ke dalam neraka. (Sesungguhnya Allah terhadap segala sesuatu) yang
diperbuat mereka (Maha Menyaksikan) mengetahuinya secara nyata.[24]
Surat al-Baqarah: 62
إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ
مَنْ آَمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ
عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (٦٢(
{ إِنَّ الذين ءامَنُواْ } بالأنبياء من قبل
{ والذين هَادُواْ } هم اليهود { والنصارى والصابئين } طائفة من اليهود أو النصارى
{ مَنْ ءَامَنَ } منهم { بالله واليوم الأخر } في زمن نبينا { وَعَمِلَ صالحا } بشريعته
{ فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ } أي ثواب أعمالهم { عِندَ رَبّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ
وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ } روعي في ضمير ( آمن ) و ( عمل ) لفظ ( من ) وفيما بعده معناها .
(Sesungguhnya
orang-orang yang beriman) kepada para nabi di masa lalu (dan orang-orang
Yahudi) (orang-orang Kristen dan orang-orang Shabiin) yakni segolongan dari orang-orang
Yahudi atau Nasrani (siapa saja yang beriman) di antara mereka (kepada Allah
dan hari akhir) di masa nabi kita (serta mengerjakan amal saleh) yaitu
syariatnya (mereka akan memperoleh pahala) sebagai ganjaran dari amal perbuatan
mereka itu (di sisi Tuhan mereka, tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak pula mereka berduka cita). Dhamir atau kata ganti orang pada 'aamana',
'amila' dan sesudahnya hendaklah diartikan secara umum atau siapa saja.[25]
Sebagimana dikatakan diawal, bahwa
tafsir jallalain merupakan tafsir bir-ra’yi yang dalam memjelaskannya
menggunakan hasil ijtihad atau pendapat dari mufassir. Sebagai contoh, berikut
kutipan tafsir jallalain surat al-baqarah: 1-2.
{ الم
} الله أعلم بمراده بذلك .{ ذلك } أي هذا { الكتاب } الذي يقرؤه محمد {لاَ رَيْبَ}
لا شك { فِيهِ } أنه من عند الله وجملة النفي خبر مبتدؤه ذلك والإشارة به للتعظيم
{ هُدًى } خبر ثانٍ أي هاد { لّلْمُتَّقِينَ } الصائرين إلى التقوى بامتثال الأوامر
واجتناب النواهي لاتقائهم بذلك النار
“ (Alif laam miim) Allah
yang lebih mengetahui akan maksudnya. 002. (Kitab ini) yakni yang dibaca oleh
Muhammad saw. (tidak ada keraguan) atau kebimbangan (padanya) bahwa ia
benar-benar dari Allah swt. Kalimat negatif menjadi predikat dari subyek 'Kitab
ini', sedangkan kata-kata isyarat 'ini' dipakai sebagai penghormatan. (menjadi
petunjuk) sebagai predikat kedua, artinya menjadi penuntun (bagi orang-orang
yang bertakwa) maksudnya orang-orang yang mengusahakan diri mereka supaya
menjadi takwa dengan jalan mengikuti perintah dan menjauhi larangan demi menjaga
diri dari api neraka.”.[26]
Penafsiran Al-Mahalliy diatas, sangat jelas memberikan penjelasan
makna kata dengan hasil ijtihadnya, tidak menggunakan periwayatan hadis.
Selanjutnya, tentang metode penafsiran dari Imam Jalaluddin
al-Mahalliy dan Imam Jalaluddin as-Syuyuti dalam menulis tafsirnya adalah
dengan metode Ijmali.[27] Hal itu nampak bahwa
tafsirnya disusun dengan sangat ringkas dalam memberikan penjelasan dalam
tafsirnya. Sebagaimana dalam kutipan tafsirnya
surat al-baqarah: 4.
{ والذين
يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ } أي القرآن { وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ }
أي التوراة والإنجيل وغيرهما { وبالأخرة هُمْ يُوقِنُونَ } يعلمون .
“(Dan orang-orang
yang beriman pada apa yang diturunkan kepadamu) maksudnya Alquran, (dan apa
yang diturunkan sebelummu) yaitu Taurat, Injil dan selainnya (serta mereka
yakin akan hari akhirat), artinya mengetahui secara pasti.”.[28]
Untuk memperjelas pemahaman tentang
model yang digunakan dalam tafsir ini,dapat kita lihat bagaimana al-Mahalli dan
as-Suyuti dalam melakukan penafsiran al-qur’an, terdapat beberapa model yang
digunakan, diantaranya: Pertama, Pada awal surat, mufassir menerangkan tentang
nama surat, banyaknya ayat (beserta perbedaan pendapat tentang banyaknya, jika
ada), serta tergolong madaniyah atau makkiyah-kah surat tersebut.
Contoh : Pada surat Al-Baqoroh,
)سورة البقرة(
مدنية
مائتان وست أو سبع وثمانون آية
Dalam awal surat al-baqarah tersebut,
diperoleh penjelasan bahwa ia termasuk surat Madaniyyah, yang jumlah ayatnya
ada 286 atau 287, karena ada perbedaan pendapat mengenai banyaknya ayat pada
surat ini.
سورة
التوبة
[ مدنية إلا
الآيتين الأخيرتين فمكيتان وآياتها 129 نزلت بعد المائدة ]
Kedua,
mufassir menjelaskan tentang kebahasaan dan qiroat.
Hal itu dapat dilihat dalam contoh berikut ini
{
قُلْ هُوَ الله أَحَدٌ } فالله خبر «هو» و «أحد» بدل منه أو خبر ثان . { الله
الصمد } مبتدأ وخبر : أي المقصود في الحوائج على الدوام .
“(Katakanlah,
"Dialah Allah Yang Maha Esa") lafal Allah adalah Khabar dari lafal
Huwa, sedangkan lafal Ahadun adalah Badal dari lafal Allah, atau Khabar kedua
dari lafal Huwa”.[29]
Dalam surat yang lain
juga disebutkan
( انّ الدّين ) الرضى ( عند الله ) هو ( الاسلام ) اي الشرع المبعوث به رسول
النبي على التوحد وفي قرأة يفتح ان بدل من انه الخ بدل اشتمال
(Sesungguhnya agama) yang diridhoi (di sisi Allah) adalah agama
(Islam) yaitu syari’at yang dibawa oleh Rasul berdasarkan atas ketauhidan.
Dalam salah satu qira’ah dibaca anna sebagai badal dari inna
yaitu badal isytimal.[30]
Ketiga,
memberikan penjelasan maksud kalimat. Contoh:
{
وَهُوَ الله } مستحق للعبادة { فِي السموات وَفِى الأرض يَعْلَمُ سِرَّكُمْ
وَجَهْرَكُمْ } ما تسرّون وما تجهرون به بينكم { وَيَعْلَمُ مَا تَكْسِبُونَ }
تعملون من خير وشرّ .
(Dan
Dialah Allah) yang berhak untuk disembah dan dipuja (baik di langit maupun di
bumi, Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan)
hal-hal yang kamu sembunyikan dan hal-hal yang kamu tampakkan di antara kamu
sekalian (dan mengetahui pula apa yang kamu usahakan) perkara baik dan perkara
buruk yang kamu ketahui.(Q.s. l-An’am: 3)[31]
Keempat, suatu kata ditafsirkan
dengan menggunakan padanan katanya (sinonimnya). Sebagai contoh,
{ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الفلق } الصبح .
(Katakanlah,
"Aku berlindung kepada Rabb Yang menguasai falaq) atau waktu subuh.[32]
Mengenai corak, Nasruddin Baidan
membagi corak tafsir menjadi 3 macam, yaitu corak umum, corak khusus, dan corak
kombinasi. Dalam hal ini, dia meletakkan kunci penentunya pada dominan atau
tidaknya suatu ide pemikiran. Seorang faqih misalnya, sangat
dimungkinkan sekali dalam tafsir karangannya didominasi oleh konsep-konsep
fiqih, seorang teolog juga mungkin sekali apabila di dalam kitab tafsirnya
didominasi oleh pemikiran dan konsep-konsep teologis. Apabila dalam sebuah
kitab tafsir mengandung banyak corak, dan kesemuanya tidak ada yang
mendominasi, maka tafsir semacam ini memiliki corak umum. Akan tetapi bila yang
dominan satu, maka disebut corak khusus. Dan jika yang dominan itu ada dua
corak secara bersamaan dan memiliki porsi yang sama, maka disebut corak
kombinasi.[33] Dalam
hal ini, corak umum dapat ditemui pada tafsir Al-Jalalain. Artinya, bahwa
tafsir jallain tidaklah memiliki kecenderungan khusus, seperti fiqh, tasawuf,
atau yang lainnya.
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Tafsir Jallalain dikarang oleh Imam
Jalaluddin as-Suyuti dan Imam Jalaluddin al-Mahalliy. Tentang kelebihan dan
kekurangan tafsir jallalain, sebenarnya dapat dilihat dalam metode yang
digunakan. Al-Fatih Suryadilaga mengemukakan bahwa tafsir Jallalain menggunakan
metode ijmali.[34]
a. Kelebihan
Tentang kelebihan, dapat dilihat dari
kelebihan yang dimiliki oleh tafsir metode ijmali, yakni dengan bahasanya yang
sederhana sehingga mudah difahami.[35]
Nanang Ghozali juga menjelaskan bahwa tafsir dengan metode ini sangat
bermanfaat terutama bagi pemula.[36]
b.
Kekurangan
Tentang kekurangannya, Nasruddin Baidan
menjelaskan bahwa metode ijmali ini memiliki kekurangan, yakni menjadikan
petunjuk al-Qur’an bersifat parsial dan tidak ada ruang untuk mengemukakan
analisis yang memadai.[37]
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qur’an
al-Karim bi Rasm Utsmani wa bi hamisyihi Tafsir al-Imamaini al-Jalalaini. (Daar
Ibn Katsir,tt).
Ahmad
As-Shawiy al-Maliki. Hasiyatus Shawiy ‘ala Tafsir al-Jalalayn. Juz. I (Bairut:
Daar al-Fikr,1993)
Al-Fatih
Surya Dilaga.Metodologi Ilmu Tafsir. Cet. III. (Yogyakarta:
Teras, 2010).
Jalaluddin
al-Mahalliy dan Jalaluddin as-Suyuti. Tafsir Jallalain. Juz. I & II
(Daar al-Ihya’ al-Kutub Al-Arabiyyah Indonesia,tt).
Iyad
Khalid at-Thaba’. Al-Imam al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuti: Ma’lamat al-Ulum
al-Islamiyyah. Cet. I (Damaskus:Daar al-Qalam,2006).
Imam
Suyuti. Tadrib ar-Rawi fiy Syarh Taqrib an-Nawawi. Juz. I (Bairut:Daar
al-Kutub Al-Ilmiyyah,1996).
. Ad-Durul
Mantsur fiy At-Tafsir al-Ma’tsur. Juz. I (Bairut:Daar al-Kutub
Al-Ilmiyyah,1990).
Manna’
al-Qaththan. Mabahis fiy Ulum al-Qur’an. (Maktabah Wahbah,2000).
Muhammad
Husain ad-Dzahabi. At-Tafsir wa al-Mufassirun. Juz. I (Maktabah
Wahbah,2000)
Nasruddin
Baidan. Metodologi Penafsiran al-Qur’an. Cet. I (Yogyakarta:Pustaka
Pelajar, 1998)
.Wawasan Baru
Ilmu Tafsir. Cet. I (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005).
Nanang
Ghozali.Tafsir & Hadis Tentang Pendidikan. Cet. I. (Bandung:
Pustaka Setia, 2013).
Tim
Penyusun. Ensiklopedi Islam. Jilid IV (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,2003).
[1] Muhammad Husain ad-Dzahabi.
At-Tafsir wa al-Mufassirun. Juz. I (Maktabah Wahbah,2000) hlm. 237.
[2] Imam Suyuthi. Ad-Durul
Mantsur fiy At-Tafsir al-Ma’tsur. Juz. I (Bairut:Daar al-Kutub
Al-Ilmiyyah,1990) hlm.4.
[3] Muhammad Husain
ad-Dzahabi. At-Tafsir wa al-Mufassirun. Juz. I (Maktabah Wahbah,2000)
hlm. 237.
[4] Ahmad As-Shawiy
al-Maliki. Hasiyatus Shawiy ‘ala Tafsir al-Jalalayn. Juz. I (Bairut:Daar
al-Fikr,1993) hlm.4.; baca juga: Tim Penyusun. Ensiklopedi Islam. Jilid
IV (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,2003) hlm. 324; Iyad Khalid at-Thaba’. Al-Imam
al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuti: Ma’lamat al-Ulum al-Islamiyyah. Cet. I
(Damaskus:Daar al-Qalam,2006) hlm. 29.
[5]Tim Penyusun. Ensiklopedi
Islam. Jilid IV (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,2003) hlm. 324.
[6] Imam Suyuthi. Tadrib
ar-Rawi fiy Syarh Taqrib an-Nawawi. Juz. I (Bairut:Daar al-Kutub
Al-Ilmiyyah,1996) hlm.5.
[7] Imam Suyuthi. Ad-Durul
Mantsur fiy At-Tafsir al-Ma’tsur. Juz. I (Bairut:Daar al-Kutub
Al-Ilmiyyah,1990) hlm.5.
[8] Al-Qur’an al-Karim bi
Rasm Utsmani wa bi hamisyihi Tafsir al-Imamaini al-Jalalaini. (Daar Ibn
Katsir,tt) hlm.11.
[9] Iyad Khalid at-Thaba’. Al-Imam
al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuti: Ma’lamat al-Ulum al-Islamiyyah. Cet. I
(Damaskus:Daar al-Qalam,2006) hlm. 29.
[10] Imam Suyuthi. Ad-Durul
Mantsur fiy At-Tafsir al-Ma’tsur. Juz. I (Bairut:Daar al-Kutub
Al-Ilmiyyah,1990) hlm.5.
[11] Dimyath atau Damietta (bahasa Arab:
مدينة دمياط,
Madīnah Dimyāth) ialah ibukota Governorat Dimyath, Mesir. Kota ini terletak di Laut Tengah,
di muara Delta Nil,
sekitar 191 km di utara Kairo. (diunduh dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Dimyath, tanggal: 21 Mei 2014)
[13] Iyad Khalid at-Thaba’. Al-Imam
al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuti: Ma’lamat al-Ulum al-Islamiyyah. Cet. I
(Damaskus:Daar al-Qalam,2006) hlm. 43.
[14]Tim Penyusun. Ensiklopedi
Islam. Jilid IV (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,2003) hlm. 324.
[16] Lebih jelasnya, baca:
Iyad Khalid at-Thaba’. Al-Imam al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuti: Ma’lamat
al-Ulum al-Islamiyyah. Cet. I (Damaskus:Daar al-Qalam,2006) hlm. 410-424.
[17] Muhammad Husain
ad-Dzahabi. At-Tafsir wa al-Mufassirun. Juz. I (Maktabah Wahbah,2000)
hlm. 238..; Iyad Khalid at-Thaba’. Al-Imam al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuti:
Ma’lamat al-Ulum al-Islamiyyah. Cet. I (Damaskus:Daar al-Qalam,2006) hlm.
436.
[18] Muhammad Husain
ad-Dzahabi. At-Tafsir wa al-Mufassirun. Juz. I (Maktabah Wahbah,2000)
hlm. 233-234
[19] Manna’ al-Qaththan. Mabahis
fiy Ulum al-Qur’an. (Maktabah Wahbah,2000) hlm. 356; Muhammad Husain
ad-Dzahabi. At-Tafsir wa al-Mufassirun. Juz. I (Maktabah Wahbah,2000)
hlm. 237.
[20] Muhammad Husain
ad-Dzahabi. At-Tafsir wa al-Mufassirun. Juz. I (Maktabah Wahbah,2000)
hlm. 238.
[21] Ibid
[22] Ibid, hlm. 239.
[23] Muhammad Husain
ad-Dzahabi. At-Tafsir wa al-Mufassirun. Juz. I (Maktabah Wahbah,2000)
hlm. 240.
[24] Jalaluddin al-Mahalliy
dan Jalaluddin as-Suyuti. Tafsir Jallalain. Juz. II (Daar al-Ihya’
al-Kutub Al-Arabiyyah Indonesia,tt) hlm. 276.
[25] Jalaluddin al-Mahalliy
dan Jalaluddin as-Suyuti. Tafsir Jallalain. Juz. I (Daar al-Ihya’
al-Kutub Al-Arabiyyah Indonesia,tt) hlm. 10.
[26] Ibid, hlm. 2.
[27] Nashruddin Baidan.Wawasan
Baru Ilmu Tafsir. Cet. I (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005) hlm. 394.
[28] Jalaluddin al-Mahalliy
dan Jalaluddin as-Suyuti. Tafsir Jallalain. Juz. I (Daar al-Ihya’
al-Kutub Al-Arabiyyah Indonesia,tt) hlm. 3.
[29] Jalaluddin al-Mahalliy
dan Jalaluddin as-Suyuti. Tafsir Jallalain. Juz. II (Daar al-Ihya’
al-Kutub Al-Arabiyyah Indonesia,tt) hlm. 511.
[30] Jalaluddin al-Mahalliy
dan Jalaluddin as-Suyuti. Tafsir Jallalain. Juz. I (Daar al-Ihya’
al-Kutub Al-Arabiyyah Indonesia,tt) hlm. 46.
[31] Ibid, hlm. 112.
[32] Jalaluddin al-Mahalliy
dan Jalaluddin as-Suyuti. Tafsir Jallalain. Juz. II (Daar al-Ihya’
al-Kutub Al-Arabiyyah Indonesia,tt) hlm. 512.
[33] Nasruddin Baidan. Wawasan
Baru Ilmu Tafsir. (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2005) hlm. 388
[34] Al-Fatih Surya Dilaga.Metodologi
Ilmu Tafsir. Cet. III. (Yogyakarta: Teras, 2010) hlm. 46.
[35] Nanang Ghozali.Tafsir
& Hadis Tentang Pendidikan. Cet. I. (Bandung: Pustaka Setia, 2013)
hlm. 19.
[36] Al-Fatih Surya Dilaga.Metodologi
Ilmu Tafsir. Cet. III. (Yogyakarta: Teras, 2010) hlm. 46.
[37] Nasruddin Baidan. Metodologi
Penafsiran al-Qur’an. Cet. I (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1998) hlm. 24-26.
Komentar
Posting Komentar